Rotasi itu antara lain, Ketua Fraksi Partai Golkar yang awalnya dijabat Robert Kardinal diganti Melchias Markus Mekeng, dan Wakil Ketua MPR Mahyudin akan digantikan oleh Siti Hediati Harijadi (Titiek Soeharto).
Ketika Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto yang memimpin rapat pleno mengumumkan Mahyudin akan diganti, ada peserta rapat yang mempertanyakannya.
"Apakah Mahyudin setuju diganti? Ini mengingat wakil ketua MPR bisa diganti bila mengundurkan diri atau meninggal dunia," kata seorang peserta rapat pleno kepada detikcom, Selasa (20//3/2018).
Kepada peserta pleno, Ketua DPP Golkar Ace Hasan Sadzily menjelaskan bahwa Airlangga sudah bertemu dengan Mahyudin. Karena bukan pengurus DPP, Mahyudin tak ikut dalam rapat pleno malam itu.
Setelah mendapat penjelasan itu, Airlangga kembali mengumumkan kepada peserta pleno bahwa posisi Wakil Ketua MPR yang selama ini ditempati Mahyudin akan diganti oleh Titiek Soeharto. "Karena ada penjelasan bahwa Airlangga sudah ngomong ke Mahyudin ya kami setuju aja. Maka diketoklah palu. Tok!" cerita peserta rapat pleno yang lain.
Malam itu juga kabar bahwa Golkar akan mengganti Mahyudin dari posisi Wakil Ketua MPR menghiasi media massa. Keesokan harinya, Partai Golkar 'geger'. Mahyudin menolak pencopotan dari Wakil Ketua MPR.
Sesuai Undang Undang Nomor 2 tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, Wakil Ketua MPR bisa diganti hanya bila mengundurkan diri, meninggal dunia, atau berhalangan tetap.
"Saya bilang saya ikuti aturan UU MD3 terserah. Untuk saat ini saya belum berpikir untuk mengundurkan diri," kata Mahyudin di Gedung MPR/DPR, Selasa (20/3/2018).
Di pihak lain, keputusan Airlangga merotasi Robert Kardinal dengan Melchias Mekeng yang kini menjabat Ketua Komisi XI DPR-RI juga menebar kekecewaan bagi kubu yang dianggap dengan Jusuf Kalla.
Posisi Ketua Fraksi Golkar idealnya dijabat Agus Gumiwang Kartasasmita yang sekarang sudah menjadi Sekretaris Fraksi.
Direktur Eksekutif Media Survei Nasional (Median), Rico Marbun mengatakan pergantian Mahyudin dan Robert Kardinal adalah cara Airlangga menempatkan loyalisnya di posisi penting di parlemen.
"Jadi memang penggeseran Pak Mahyudin di posisi wakil ketua MPR dan beberapa waktu lalu ketua fraksi Robert J Kardinal, sulit untuk dibaca hanya sebagai rotasi biasa," kata Rico.
Airlangga perlu menempatkan loyalisnya di posisi penting agar tak pincang di parlemen. Namun manuver tersebut dilakukan dengan 'sembrono' sehingga berpotensi menimbulkan konflik internal baru di tubuh Golkar.
"Langkah Airlangga hanya akan membangkitkan konflik lama dalam tubuh Golkar," ucap Rico.
Dihubungi terpisah, Wakil Sekjen Partai Golkar Ace Hasan Sadzily menegaskan kebijakan partai dalam menempatkan kadernya di alat kelengkapan DPR sudah melalui pertimbangan dan ada argumentasi yang melandasinya. Kebijakan itu juga diumumkan di rapat pleno DPP.
Namun, perlawanan yang diperlihatkan Mahyudin sepertinya tak menggambarkan apa yang disampaikan Ace tersebut. Akankah Beringin bergoyang lagi seperti dikhawatirkan Rico? (erd/jat)